Makalah Good
Governance
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Pada
dekade awal abad ke-21, Bangsa Indonesia menghadapi gelombang besar pada masa
reformasi berupa meningkatnya tuntutan demokratisasi, desentralisasi, dan
globalisasi. Sekalipun keadaan serupa pernah terjadi pada beberapa kurun waktu
yang Ialu/ namun tuntutan saat ini mangandung nuansa yang
berbeda sesuai dengan kemajuan zaman.
Globalisasi
yang menyentuh berbagai bidang kehidupan di seluruh wilayah pemerintahan negara
menuntut reformasi sistem perekonomian dan pemerintahan, termasuk birokrasinya,
sehingga memungkinkan interaksi perekonomian antar daerah dan antarbangsa
berlangsung lebih efisien. Kunci keberhasilan pembangunan perekonomian adalah
daya saing, dan kunci dari daya saing adalah efisiensi proses pelayanan, serta
mutu ketepatan dan kepastian kebijakan publik
Kunci keberhasilan
pembangunan perekonomian adalah daya saing dan kunci dari daya saing adalah
efisiensi proses pelayanan, mutu, dan kepastian kebijakan publik.
Dalam
upaya menghadapi tantangan tersebut, salah satu prasyarat yang perlu
dikembangkan adalah komitmen yang tsnggi untuk menerapkan nilai luhur dan
prinsip tata kelola(good governance) dalam mewujudkan cita-cita dan
tujuan negara, sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.
United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen
ke-bijakannya yang berjudul "Governance for Sustainable Human
Development" (1977), mendefinisikan kepemerintahan(governance) sebagai
berikut: "Governance is the exercise of economic, political, and
administrative authority to a country's affairs at all levels and means by
which states promote social cohesion, integration, and ensure the well being of
their population" (Kepemimpinan adalah pelaksanaan
kewenangan/kekuasaan dalam bidang ekonomi, politik, dan administratis untuk
mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan
instrumon kebijakan negara untuk mendorong lerciptanya kondisi kesejahteraan
integrifas dan kohesilas sosial dalam masyarakat).
1.2 Tujuan penulisan
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa pengertian Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.3 Rumusan masalah
Dalam tugas kelompok ini kami memiliki tiga rumusan masalah, yaitu :
1. apakah pengertian dari kewarganegaraan ?
2. apakah asas dan unsur dari kewarganegaraan ?
3. Apakah unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan?
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa pengertian Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.3 Rumusan masalah
Dalam tugas kelompok ini kami memiliki tiga rumusan masalah, yaitu :
1. apakah pengertian dari kewarganegaraan ?
2. apakah asas dan unsur dari kewarganegaraan ?
3. Apakah unsur-unsur yang menentukan kewarganegaraan?
4.Apakah problem status
kewarganegaraan?
5.Bagaimana
Karakteristik warga negara?
6.Bagaimana Cara
memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan Hak dan Kewajiban Warga Negara?
1.4 Ruang lingkup
-Pendidikan
Makalah tentang Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi bisa dijadikan pembelajaran dalam pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan kita sebagai mahasiswa, karena makalah ini sangat penting dalam mengetahui pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
-Pendidikan
Makalah tentang Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi bisa dijadikan pembelajaran dalam pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan kita sebagai mahasiswa, karena makalah ini sangat penting dalam mengetahui pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
-Sosial
Makalah yang kami buat ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk memberi pengetahuan tentang pentingnya sebuah Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.5 Teknik penulisan
Metode yang digunakan pemakalah dalam penyusunan makalah ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan referensi dan buku-buku dan internet sebagai landasan teoritis mengenai masalah yang akan diselesaikan.
Makalah yang kami buat ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk memberi pengetahuan tentang pentingnya sebuah Pemerintahan yang baik dan bebas korupsi
1.5 Teknik penulisan
Metode yang digunakan pemakalah dalam penyusunan makalah ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan referensi dan buku-buku dan internet sebagai landasan teoritis mengenai masalah yang akan diselesaikan.
BAB II
Pembahasan
2.1 Pengertian
Government
Pemerintah
atau ''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai
"The authoritative direction and administration of the affairs of
men/women in a nation, state, city, etc" (pengarahan dan
administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara,
negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik,
kebahasaan governance berarti tata kepemerintahan dan good
governance bermakna tata kepemerintahan yang baik.
Di
satu sisi istilah good governance dapat dimaknai secara
berlainan, sedangkan sisi yang lain dapat diartikan sebagai kinerja suatu
lembaga, misalnya kinerja pemerintahan, perusahaan atau organisasi
kemasyarakatan, Apabila istilah ini dirujuk pada asli kata dalam bahasa
Inggris:governingf maka artinya adalah mengarahkan atau
mengendalikan, Karena itu gooc governancedapat diartikan sebagai
tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi masalah publik.
Oleh karena itu ranah good governance tidak terbatas pada
negara atau birokrasi pemerintahan, tetapi jugs pada ranah masyarakat sipil
yang dipresentasikan oleh organisasi nonpe-merintah dan sektor swasta.
Singkatnya, tuntutan terhadap good governance tidak hanya
ditujukkan kepada penyelenggara negara atau pemerintah, me-lainkan juga pada
masyarakat di luar struktur birokrasi pemerintahan.
Dari
berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintahan yang baik
adalah baik dalam proses maupun hasilnya. Semua unsui dalam pemerintahan bisa
bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari
rakyat, serta terbebas dari gerakan-gerakan an-arkis yang bisa menghambat
proses dan laju pembangunan. Pemerintahan juga bisa dikatakan baik jika
produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat
meningkat, baik dalam aspek produk-tivitas maupun dalam daya belinya;
kesejahteraan spiritualnya meningkal dengan indikator rasa aman, bahagia, dan
memiliki rasa kebangsaan yang tinggi.[1]
Secara
umum istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good governance
memiliki pengertian pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarakan warga
Negara kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud
pemerintahan yang suci dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa menjelaskan
bahwa good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi
dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa
dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap
kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.Sebagai
sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara, clean and good governance dapat
terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait yaitu
negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat
sektor swasta.[2]
Penerapan good governance di
Indonesia dilatarbelakangi oleh dua hal yang sangat mendasar:
a. Tuntutan
eksternal: Pengaruh globalisasi telah memaksa kita untuk menerapkan Good
governance. Good Govermence telah menjadi ideologi baru negara dan
lembaga donor internasional dalam mendorong negara-negara anggotanya
menghormati prinsip-prinsip ekonomi pasar dan demokrasi sebagai prasyarat dalam
pergaulan internasional. Istilah good governance mulai mengemuka
di Indonesia pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan interaksi antara
pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan lembaga-lembaga donor yang
menyoroti kondisi objektif situasi perkembangan ekonomi dan politik daiam
negeri Indonesia.
b. Tntutan
internal: Masyarakat melihat dan merasakan bahwa salah satu penyebab terjadinya
krisis multidimensional saat ini adalah terjadinya juse of power yang
terwujud dalam bentuk KKN (korupsi, kolusi, dan spotisme) dan sudah sedemikian
rupa mewabah dalam segala aspek kehidupan. Proses check and
balance tidak terwujud dan dampaknya lenyeret bangsa Indonesia pada
keterpurukan ekonomi dan ancaman isintegrasi. Berbagai kajian ihwal korupsi di
Indonesia memperlihatkan Drupsi berdampak negatif terhadap pembangunan melalui
kebocoran, \ark up yang menyebabkan produk high
cost dan tidak kompetitif di asar global(high cost economy), merusakkan
tatanan masyarakat dan ?hidupan bernegara. Masyarakat menilai praktik KKN yang
paling lencolok kualitas dan kuantitasnya adalah justru yang dilakukan oleh
ibang-cabang pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hal ini
lengarahkan wacana pada bagaimana menggagas reformasi birokrasi
emerintahan (governance reform).
Realitas sejarah ini menggiring kita pada wacana
bagaimana mendorong a menerapkan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas,
partisipasi, dan tralisasi penyelenggaraan pemerintahan. Good
governance ini dapat sil bila pelaksanaannya dilakukan dengan efektif,
efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, serta dalam suasana demokratis,
akuntabel, dan transparan.[3]
2.2 Prinsip-prinsip Pokok Good
Governance
Lembaga
Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good
governance yang harus diperhatikan yaitu :
1. Partisipasi
(participation)
Semua
warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik langsung
maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka.
Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yaitu
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
2. Penegakan
Hukum (rule of law)
Partisipasi
masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan
sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hukum dan
penegakannya secara konsekuen, partisipasi publik dapat berubah menjadi
tindakan publik yang anarkis. Santoso menegaskan bahwa proses mewujudkan
cita-cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan
rule of law dengan karakter-karakter sebagai berikut :
a. Supremasi
hukum
b. Kepastian
hukum
c. Hukum
yang responsitif
d. Penegakan
hukum yang konsisten dan non diskriminatif
e. Independensi
peradilan
3. Transparansi
(transparency)
Transparansi
(keterbukaan umum) adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good governance.
Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menurut banyak ahli Indonesia
telah terjerembab dalam kubangan korupsi yang berkepanjangan dan parah. Untuk
itu, pemerintah harus menerapkan transparansi dalam proses kebijakan publik.
Menurut Gaffar, terdapat 8 (delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang
harus dilakukan secara transparan, yaitu :
a. Penetapan
posisi, jabatan dan kedudukan
b. Kekayaan
pejabat publik
c. Pemberian
penghargaan
d. Penetapan
kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e. Kesehatan
f. Moralitas
para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g. Keamanan
dan ketertiban
h. Kebijakan
strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
4. Responsif
(responsive)
Affan
menegaskan bahwa pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat-masyarakatnya,
jangan menunggu mereka menyampaikan keinginannya, tetapi mereka secara proaktif
mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian
melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum.
5. Konsesus
(consesus)
Prinsip
ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah
melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan
sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik
bersama, sehingga akan memiliki kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang
terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
6. Kesetaraan
(equity)
Clean
vand good governance juga harus didukung dengan asa kesetaraan, yakni kesamaan
dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus diperhatikan secara
sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia karena
kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama,
dan budaya.
7. Efektivitas
dan efisiensi
Konsep
efektivitas dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda,
yakni efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat
publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks
hasil, yakni mampu membrikan kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan
lapisan sosial.
8. Akuntabilitas
(accountability)
Asas
akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat publik terhadap masyarakat
yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik,
akuntabilitas menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki
pengertian bahwa setiap pejabat harus mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan
dan pelaksanaan tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan
yang kedua akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan
publik pada lembaga yang setara.
9. Visi
Strategis
Visi
strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan
datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang,
seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga profesional lainnya, harus
memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan tantangan yang akan dihadapi
oleh lembaga yang dipimpinnya.[4]
2.3 Konsepsi Good Governance
Pemerintah
atau government dalam bahasa Inggris adalah: "The auhoritative
direction and administration of the affairs of men/women in a na-loft, state,
city, etc." Atau dalam bahasa Indonesia berarti "Pengarahan
dan idministrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah neg-ira,
negara bagian, kota, dan sebagainya." Bisa juga berarti "The
governing )Ody of nation, state, city, etc." Atau lembaga atau
badan yang menyeleng-[arakan pemerintahan negara, negara bagian atau kota, dan
sebagainya.
Sedangkan
istilah "kepemerintahan" atau dalam bahasa Inggris "governance" adalah "The
act, fact, manner of governing," berarti: tindakan, fakta, pola,
dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan." Dengan demikian 'governance adalah
suatu kegiatan (proses), sebagaimana dikemukakan oleh Kooiman (l993) bahwa govrrnanco lebih
merupakan "...serangkaian proses interaksi sosial politik antara
pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan
tersebut.”
Istilah "governance" tidak
hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga mengandung
arti pengurusan, pengelolaan, pengarah-an, pembinaan penyelenggaraan serta bisa
juga diartikan pemerintahan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila
terdapat istilah public governance, private governance, corporate
governance, dan banking governance. Governancesebagai
terjemahan dan pemerintahan kemudian berkembang dan menjadi populer dengan
sebutan kepemerintahan atau tata kelola, se-dangkan praktik terbaiknya disebut
kepemerintahan atau tata kelola yang baik (good governance).
Secara
konseptual, pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan
yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman:
a.
Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang
dapat meningkatkan kemampuaa rakyat dalam mencapai tujuan (nasional)
kemandirian, pembangunarr berkelanjutan, dan keadilan sosial.
b. Aspek
fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
untuk mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya, lembaga
administrasi negara mengemukakan bahwa good governance berorientasi
pada:
a. Orientasi
ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional.
b. Pemerintahan
yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan
upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi
dalam kehidupan bernegara dengan ele men-elemen konstitusinya seperti: legitimacy (apakah
pemerintah d/pi-lih oleh dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya), accountability
scur-ing of human right, autonomy, and devolution of power dan assurance of
civian control. Sedangkan orientasi kedua, bergantung pada sejauh mana
struktur serta mekanisme politik dan administrasinya berfungs/ so cara efektif
dan efisien.
Lembaga
Administrasi Negara (2000) menyimpulkan bahwa wujud gooey governance adalah
menyelenggarakan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung
jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang
konstruktif diantara domain domain negara, sektor swasta, dam masyarakat.
Selain
itu, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan arti good governance
sebagai berikut: Kepemerintahan yang mengemban menerapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntaDintas, transparansi, )dayanan prima, demokrasi,
efisiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan lapat diterima oleh seluruh
masyarakat."
Dengan
demikian, pada dasarnya pihak-pihak yang berkepentingan lalam kepemerintahan(governance
stakeholders) dapat dikelompokkan rienjadi tiga kategori, yaitu :
1. Negara/Pemerintahan.
Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih
jauh darr itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani.
2. Sektor
Swasta. Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam
interaksi sistem pasar, seperti: industri pengelolaan perda-gangan, perbankan,
dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.
3.
Masyarakat Madani. Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya
berada di antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perorangan, yang
mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara
sosial, politik, dan ekonomi.
2.4 Karakteristik
Dasar Good Governance
Ada tiga karakteristik
dasar good governance:
1. Diakuinya
semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi se-buah keniscayaan yang
tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu
kaidah yang abadi. Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang
kodrati (given) dalam kehidupan. Pluralisme bertujuan
mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis, dan merupakan
sumber dan motivator terwujudnya kreativitas yang terancam keberadaannya jika
tidak terdapat perbedaan. Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita adalah
sebuah peradaban yang kosmopolit akan tercipta apabila manusia memiliki sikap
inklusif dan kemampuan (ability)menyesuaikan diri terhadap
lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan, identitas sejati atas
parameter-parameter otentik agama tetap terjaga.
2. Tingginya sikap lolcransi, baik terhadap saudara sesama agama
maupun terhadap umat agama lain. Secara sederhana, Toleransi dapat diartikan
sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain.
Senada dengan hal itu, Quraish Shihab menyatakan bahwa agama tidak semata-mata
mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama, namun juga mengakui
eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan, dan saling
menghormati.
3.
Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan persaingan,
demokrasi juga merupakan suatu pilihan untuk bersama-sama membangun dan
memperjuangkan perikehidupan warga dan ma-syarakat yang semakin sejahtera.
Masyarakat
madani mempunyai ciri-ciri ketakwaan yangtinggi kepada Tuhan, hidup berdasarkan
sains dan teknologi, berpendidikan tinggi, menga-malkan nilai hidup modern dan
progresif, mengamalkan nilai kewarganega-raan, akhlak, dan moral yang baik,
mempunyai pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, serta menentukan
nasib masa depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga
masyarakat.[5]
2.5 Pengerian Korupsi
Menurut Kartini Kartono korupsi adalah tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang mengambil keuntungan pribadi dengan merugikan
kepentingan umum atau negara.
a.
Asal usul korupsi di negara berkembang
Sesungguhnya sejarah perkembangan korupsi beserta upaya
pemberatasannya, terutama dalam skala mega, sudah berlangsung sejak tengah
dasawarsa 1950-an. Dimulai ketika terjadi abuse of power oleh menteri ekonomi
kala itu, Iskak Tjokroadisuryo, pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Korupsi
berupa pemberian lisensi impor dari Politik Benteng dengan tak memberikannya kepada
pengusaha pribumi yang kompeten dan diberikan kepada konco-konconya.
Lisensi-lisensi tersebut akhirnya dijual kepada pengusaha keturunan Cina,
sehingga dikenal istilah ''pengusaha Ali-Baba''.
PM Burhanuddin Harahap yang bekerja sama dengan TNI AD
mengambil kebijakan antikorupsi yang efektif, yakni meluruskan pelaksanaan
Politik Benteng. Karena kabinet ini umurnya pendek, upaya penegakan
pemerintahan bersih tenggelam dengan suasana konflik politik antarpartai dalam
Konstituante yang akhirnya Presiden Soekarno membubarkan Konstituante itu pada
5 juli 1959. Pada saat yang hampir sama, Soekarno melakukan nasionalisasi
perusahaan asing. Karena ketidaksiapan dalam mengisi pengganti manajemen dari
asing ke tangan nasional, maka dari sini pula sejarah bancakan perusahaan
negara (belakangan dikenal BUMN), banyak dilakukan pihak-pihak partai.
Kedahsyatan korupsi mengalami momentum pada pemerintahan
lebih 30 tahun Orde Baru. Di mulai korupsi skala mega yang dialami Pertamina
(1975) dengan kerugian diperkirakan sekitar 12,5 miliar dolar AS tanpa ada
tindakan hukum kepada pihak-pihak yang terlibat. Kemudian dengan mengalirnya
dana utang luar negeri rata-rata 5 miliar dolar AS per tahun (saat lengser Pak
Harto stok utang sekitar 70 miliar dolar AS), investasi langsung perusahaan
asing, eksploitasi sumber daya alam (terutama migas dan hutan) yang menjadi
sumber dana domestik yang kolosal, maka pertumbuhan dan perkembangbiakan jenis
korupsi dari yang tradisional (upeti, sogok, perkoncoan, premanisme, dll)
maupun bentuk baru (kolusi birokrat-pengusaha, kolusi bankir-pengusaha, mafia
peradilan, penggelapan pajak, komersialisasi jabatan, kick-back dan mark-up
proyek-proyek, rekayasa finansial, monopoli-oligopoli serta
monopsoni-oligopsoni komoditas strategis, dst).
Kesemua itu menjadikan potensi pertumbuhan ekonomi yang
bisa mencapai 12 persen menjadi hanya 7 persen per tahun. Perkiraan kebocoran
anggaran bisa mencapai 30 persen hingga lebih dari 50 persen. Pada saat krisis
tahun 1977 terjadi capital flight. Simpanan orang Indonesia di luar negeri
akibat pelbagai kebocoran alias korupsi tersebut menurut Pusat Data Bisnis
Indonesia (PDBI) sekitar 85 miliar dolaar AS (atau sekitar Rp 750 triliun).
Upaya pembentasan korupsi kala Orba sejak awal sudah ada. Mulai dengan adanya Komisi
4 dengan penasihatnya mantan Wapres Bung Hatta. Namun rekomendasinyapun tak
digubris. Kemudian di luar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah tercantum
dalam UUD 45, pemerintah Soeharto membentuk Inspektorat Jenderal di tiap
lembaga negara dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai
kontrol yang dikendalikan langsung presiden.
Namun efektivitasnya bukan hanya diragukan bahkan menjadi
sumber kobocoran baru dengan terjadinya pengaturan laporan keuangan dan
pelbagai bentuk KKN. Akhirnya BPK pun menjadi mandul dan malahan menjadi
pengganda kebocoran. Wapres yang fokus kepada pengawasan serta juga ada menko
dan menneg PAN yang juga bertugas untuk pengawasan pun hampir tak pernah
terdengar kiprahnya. Barangkali semua itu karena sifat pemerintahan dan sistem
politik otoritarian dan sentralistik sehingga sistem check and balance dari DPR
maupun yudikatif menjadi lumpuh. Pers pun dibungkam bahkan para aktivis kritis
pun banyak ditangkap.
Reformasi yang dilakukan sejak 1998 hingga sekarang juga
baru menyentuh secara politik. Dan korupsi pun makin mengalami ramifikasi baik
vertikal (menyebar ke daerah) maupun horizontal (bukan hanya di pemerintah dan
lembaga yudikatif tapi juga ke DPR) sehingga popular dengan adanya ''korupsi
berjamaah''. Modus operandinya di samping yang tradisional dan modern tak
pernah hilang bahkan tipikal pascamodern pun bermunculan seperti lenyapnya
keuangan negara ratusan triliun karena gelontoran dana rekap perbankan.
Kemudian pembobolan bank (skala triliunan antara lain BNI, Mandiri), illegal
logging, illegal fishing, penyelundupan komoditas strategis (migas, gula,
beras, dst). Yang lebih baru adalah politik uang dalam sistem politik di pusat
(KPU, pemilihan ketua partai, promosi jabatan di pemerintahan dan BUMN, dst), di
daerah (pilkada oleh DPRD maupun pilkada langsung), dan masih banyak lagi.
Upaya pemberantasan korupsi di masa reformasi ini dimulai momentum dengan
adanya kebebasan pers dan kebebesan politik umumnya.
Dalam pelembagaannya dimulai dengan pembentukan Komisi
Pemeriksaan Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN) yang mulai terjadi sedikit gereget
dengan terungkapnya daftar kekayaan berbagai pejabat tinggi yang abnormal.
Misalnya terungkapnya misteri kekayaan Jaksa Agung MA Rahman dan pejabat
lainnya meski satu pun dari temuan itu tak ada tindak lanjut secara hukum.
Malahan oleh pemerintahan Megawati KPKPN ini pun ''dibubarkan'' dan
dintegrasikan kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Pada
pemerintahan Megawati keberadaan KPTPK ini pun sulit berperan, karena konon
sulitnya pemberian izin bagi pejabat untuk diperiksa.
Baru sejak pemerintahan SBY sedikit terkuak harapan
dengan lebih lancarnya izin tersebut dengan mulai adanya pemeriksaan (misal
kasus KPU dan Bank Mandiri) bahkan juga mulai ada yang divonis (kasus pimpinan
DPRD Sumbar dan pejabat daerah lainnya, kasus Gubernur Abdullah Puteh dan
Kharis Walid). Patut dicatat dengan sedikit ada harapan ini, tak luput dari
peran BPK sejak dipimpin Billy Joedono dan diteruskan oleh Anwar Nasution yang
menguak data-data penyelewengan skala mega di pelbagai lembaga strategis.
Namun, kesan masih memburu kasus sensitif secara politis dalam pemberantasan
korupsi ini masih belum pupus, karena untuk kasus lebih kolosal semisal kasus
BLBI yang nilainya puluhan triliun masih belum tersentuh sama sekali.
Dengan perkembangan tersebut, Indonesia menurut berbagai
lembaga pemeringkat internasional sejak awal tahun 90-an hingga sekarang selalu
masuk kategori negara terkorup. Gejala korupsi ini seperti belum terbersit harapan
untuk pemberantasannya. Hal ini karena korupsi telah kadung menjadi kebudayaan.[6]
Hal-hal
yang menyebabkan terjadinya korupsi antara lain:
1. Kemiskinan
Korupsi
dengan latar belakang kemiskinan berasal dari kebutuhan.
2. Kekuasaan
Kekuasaan
sering membuat orang bertindak sewenang-wenang dan mengambil keuntungan dengan
kekuasaan yang dimilikinya.
3. Budaya
Dari
hasil penelitian Prof. Toshiko Kinoshita, Guru Besar Universitas Waseda Jepang
mengatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan sistem keluarga
besar, yaitu masyarakat yang mempunyai nilai bahwa kesuksesan seorang anggota
keluarga harus pula dinikmati oleh seluruh anggota keluarga besar itu.
4. Ketidaktahuan
Ini
adalah alasan yang mengada-ada karena dana yang diberikan sering tidak
diketahui peruntukannya. Karena tidak tahu dan tidak perlu mencari tahu maka
ketika ada masalah dana tersebut dijadikan sebagai korupsi.
5. Rendahnya
kualitas moral masyarakat
6. Lemahnya
kelembagaan politik suatu negara
Kelembagaan
yang pertama adalah sistem hukum dan penerapannya. Jika kasus korupsi tidak
ditangani sungguh-sungguh maka akan mengembangkan nilai dimata publik bahwa
korusi ”aman” dilakukan asal membayar ”harga tertentu”.
8. Menjadi
penyakit bersama.
Sebagai
sebuah penyakit maka dengan cepat menular dari kawasan satu kekawasan lain.
b.
Dampak korupsi
Beberapa
hal yang diakibatkan dari korupsi antara lain menimbulkan:
1. Kegagalan mencapai
tujuan yang ditetapkan pemerintah.
2. Menular
kesektor swasta dalam bentuk usaha mengejar laba dengan cepat dan berlebihan,
menyisihkan investor baru dan mengurangi pertumbuhan sektor swasta.
3. Kenaikan
harga administrasi karena pembayar pajak membayar beberapa kalilipat untuk
pelayanan yang sama.
4. Mengurangi
jumlah dana yang disediakan untuk publik.
5. Merusak
moral aparat pemerintah.
6. Menurunkan
rasa hormat kepada kekuasaan yang akhirnya menurunkan legitimasi pemerintah.
7. Pribadi
yang hanya memikirkan diri sendiri, tidak mau berkorban untuk kemakmuran
bersama di masa mendatang.
2.6 Hubungan
antara Clean and Good Governance dengan gerakan Anti Korupsi
Clean
and good governance meniscayakan adanya transparansi disegala bidang. Hal ini
untuk mengikis budaya korupsi yang mengakibatkan kebocoran anggaran dalam
penggunaan uang negara untuk kepentingan individu atau golongan bukan untuk
kesejahteraan rakyat.
Dalam menciptakan situasi perang terhadap korupsi Didin S
Damanhuri menyusun grand design:
Pertama, apapun
kebijakan antikorupsi yang diambil, haruslah disadari bahwa kebijakan dan
langkah-langkah tersebut hendaknya ditempatkan sebagai ''totok nadi'' yang
strategis, berkelanjutan, dan paling bertanggung jawab di antara semua langkah
total football, estafet dari semua pihak yang peduli terhadap pemberantasan
korupsi, baik dari kaum agamawan, akademisi, parlemen, LSM, pers, dunia
internasional, dan seterusnya
Kedua, menghindari
politik belah bambu yang menggunakan KPTPK, Kejaksaan, dan Polri untuk memburu
pihak-pihak yang secara politis harus dikalahkan dan membiarkan pihak-pihak
yang dianggap kawan politik.
Ketiga, keseriusan
untuk mencari solusi terbebasnya TNI dan Polri dari dunia politik dan bisnis
secara tuntas.
Keempat, euforia
elite politik di pusat dan daerah dalam menikmati kebebasan politik, kebebasan
berpendapat, dan kebebasan pers yang seharusnya semakin mendewasakan kehidupan
berdemokrasi yang ujung-ujungnya juga mampu membangkitkan kembali kehidupan
ekonomi dengan ukuran rakyat yang semakin sejahtera.[7]
2.7 Hubungan
antara Good and Clean Governance dengan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik.
Dalam rangka menyelamatkan keuangan negara, banyak upaya
pemerintah yang sudah dilaksanakan diantaranya Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun
2004 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Kemudian dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah semakin jelas
keseriusan pemerintah dalam hal pembenahan sistem pengelolaan keuangan negara,
mengutip pendapat pakar bahwa selama ini yang diterapkan nampaknya masih lemah
dan cenderung membuka peluang yang sangat besar bagi terjadinya penyimpangan
dalam pelaksanaan anggaran.
Penerapan PP Nomor 60 Tahun 2008 bukan hanya
tanggungjawab BPKP tetapi seluruh instansi pemerintah guna mewujudkan Good
Governance untuk menuju Clean Government. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal
49 ayat (1) dan ayat (2) PP 60 tahun 2008 jelas bahwa BPKP mempunyai tugas yang
cukup berat.
Tentu
bukan soal yang mudah dalam mempersiapkan personil yang dapat melaksanakan
tugas tersebut, perlu adanya kesepahaman dalam mencermati secara komprehensif
apa yang tertuang dalam PP tersebut.[8]
Dengan tiga pilar pelayanan public menjadi titik
setrategis untuk memulai pengembangan dan penerapan Clean and good governance
di Indonesia. Tiga pilar tersebut yakni:
1.
Pelayanan publik selama ini menjadi tempat
dimana negara yang diwakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga non
pemerintah.
2.
Pelayanan publik tempat dimana berbagai aspek Clean and good
governance dapat diartikulasikan lebih mudah.
3.
Pelayanan publik melibatkan semua unsur yaitu
pemerintah, masyarakat dan mekanisme pasar.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Pemerintah
atau ''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai
"The authoritative direction and administration of the affairs of
men/women in a nation, state, city, etc"(pengarahan dan administrasi
yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian,
kota, dan sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik, kebahasaangovernance berarti
tata kepemerintahan dan good governance bermakna tata
kepemerintahan yang baik.
Lembaga Administrasi Negara
(LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good governance yang harus
diperhatikan yaitu :
Partisipasi (participation)
Penegakan Hukum (rule of
law)
Transparansi (transparency)
Responsif (responsive)
Konsesus (consesus)
Kesetaraan (equity)
Efektivitas
dan efisiensi
Akuntabilitas
(accountability)
Visi Strategis
Pemerintah
atau government dalam bahasa Inggris adalah: "The auhoritative
direction and administration of the affairs of men/women in a na-loft, state,
city, etc." Atau dalam bahasa Indonesia berarti "Pengarahan
dan idministrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah neg-ira,
negara bagian, kota, dan sebagainya." Bisa juga berarti "The
governing )Ody of nation, state, city, etc." Atau lembaga atau
badan yang menyeleng-[arakan pemerintahan negara, negara bagian atau kota, dan
sebagainya
Ada
tiga karakteristik dasar good governance:
Diakuinya
semangat pluralisme.
Tingginya
sikap Toleransi,
Tegaknya
prinsip demokrasi.
Menurut
Kartini Kartono korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
mengambil keuntungan pribadi dengan merugikan kepentingan umum atau negara.
[2] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2007) Cet. IV, hlm.
215
[6] Didin S Damanhuri, Kompleksitas Korupsi ,
(Bogor :Pengamat Ekonomi Politik dan Guru Besar Ekonomi IPB, sumber opini agung
prabowo AGP )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar