BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di
era globalisasi ini di tandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran dan
kehidupan manusia namun pengaruh yang besar dan penting, karena telah diwariskan
ketetapan hukum dalam al-qur’an dan as-sunnah. Hal ini telah memberikan
petunjuk dan pedoman tentang sumber dan judul-judul yang dipergunakan dalam
rangka untuk meyakini atau mempercayai agar mau menghayati dengan keyakinan
yang benar terhadap Allah SWT.
Bedasarkan
dipkripsi diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian yang dikemas
dengan judul “KISAH-KISAH AL-QUR’AN”
B.
Rumusan
Masalah
a. Apa
yang disebut kisah?
b. Apa
saja Macam-macam kisah dalam Al-Qur’an?
c. Benarkah
kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an itu nyata?
d. Adakah
pengaruh kisah-kisah Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran?
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui kisah-kisah yang terdapat di Al-Qur’an dan mengetahui akan kenyataan
semua bacaan-bacaan dalam Al-Qur’an dan pengaruh kisah Al-qur’an dan dunia
pendidikan dan pengajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kisah-Kisah
Al-Qur’an
Suatu peristiwa
yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para
pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip pesan-pesan dan pelajaran
mengenai berita-berita bangsa terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor
paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke dalam hati Dan
nasihat dengan tutur kata yang disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik
perhatian akal, bahkan semua isinya pun tidak akan bisa dipahami. Akan tetapi
bila nasihat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan penstiwa
dalam realita kehidupan maka akan terwujudlah dengan jelas tujuannya. Orang pun
akan merasa senang mendengarkannya, memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan
rasa ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh dengan nasihat dan
pelajaran yang terkandung di dalamnya. Kesusastraan kisah dewasa ini telah
menjadi seni yang khas di antara seni-seni bahasa dan kesusastraan. Dan “kisah
yang benar” telah membuktikan kondisi ini dalam uslub arabi secara jelas dan
menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah Qur’an.
B.
Pengertian
Kisah
Kisah berasal dan kata al-qassu
yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Dikatakan: “ ” artinya, “saya mengikuti atau mencari
jejaknya”. Kata al-qasos adalah bentuk masdar. Firman Allah: (al-Kahfi [18]:64). Maksudnya, kedua orang itu
kembali lagi untuk mengikuti jejak dimana keduanya itu datang. Dan firman-Nya
melalui lisan ibu Musa:
(Dan berkatalah ibu Musa kepada saudaranya yang
perempuan: lkutilah dia. (al-Qasas [28]:11). Maksudnya, ikutilah jejaknya
sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya.
Qasas berarti berita yang
berurutan. Firman Allah: (Sesungguhnya ini adalah berita
yang benar) (Ali Imran [3]:62). Dan firman-Nya: (Sesungguhnya pada berita mereka itu terdapat
pelajaran bagi orang-arang yang berakal,) (Yusuf [12]:111). Sedang al-qissah
berarti urusan, berita, perkara dan keadaan.
Qasas al-Qur’an adalah pemberitaan
Qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang
terdahulu dan penstiwa-peristiwa yang telah terjadi. Qur’an banyak rnengandung
keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan
negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua
keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.
C.
Macam-Macam
Kisah Dalam Qur’an
1) Kisah para nabi. Kisah ini
mengandung dakwah rnereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat
dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan
perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai
dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Isa,
Muhammad dan nabi-nabi serta rasul Iainnya.
2) Kisah-kisah yang berhubungan
dengan penistiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang
tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung
halaman, yang beribu-nibu jumlahnya karena takut mati kisah Talut dan Jalut,
dua orang putra Adam, penghuni gua, Zulkarnain, Karun, orang-orang yang menangkap
ikan pada hari Sabtu (ashhabus sabti), Maryam, Ashäbul Ukhdud, Ashabul Fil dan
lain-lain.
3) Kisah-kisah yang berhubungan
dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah, seperti perang
Badar dan perang Uhud dalam surat Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam
surah at-Taubah, perang Ahzab dalam surah al-Ahzab, hijrah, isra, dan
lain-lain.
D.
Faedah
Kisah-kisah Qur’an
Kisah-kisah dalam Qur’an mempunyai
banyak faedah. Berikut ini beberapa faedah terpenting di antaranya:
1) Menjelaskan asas-asas dakwah
menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi:
!$tBur $uZù=yör& `ÏB Î=ö6s% `ÏB @Aqߧ wÎ) ûÓÇrqçR Ïmøs9Î) ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbrßç7ôã$$sù ÇËÎÈ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu
melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (al-Anbiya’ [21]: 25).
2) Meneguhkan hati Rasulullah dan
hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin
tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan
para pembelanya.
yxä.ur Èà)¯R y7øn=tã ô`ÏB Ïä!$t6/Rr& È@ß9$# $tB àMÎm7sVçR ¾ÏmÎ/ x8y#xsèù 4 x8uä!%y`ur Îû ÍnÉ»yd ,ysø9$# ×psàÏãöqtBur 3tø.Ïur tûüÏYÏB÷sßJù=Ï9 ÇÊËÉÈ
“Dan semua kisah rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu,
adalah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surah ini
telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang
yang beriman.” (Hud [11]:120).
3) Membenarkan para nabi terdahulu,
menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
4) Menampakkan kebenaran Muhammad
dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang
terdahulu di sepanjang kurun dan generasi,
5) Menyibak kebohongan ahli kitab
dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan,
dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah
dan diganti. Misalnya firman Allah:
* @ä. ÏQ$yè©Ü9$# tb$2 yxÏm ûÓÍ_t6Ïj9 @ÏäÂuó Î) wÎ) $tB tP§ym ã@ÏäÂuó Î) 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR `ÏB È@ö6s% br& tA¨t\è? èp1uöqG9$# 3 ö@è% (#qè?ù'sù Ïp1uöqG9$$Î/ !$ydqè=ø?$$sù bÎ) öNçGZä. úüÏ%Ï»|¹ ÇÒÌÈ
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan
yang diharamkan oleh bani Israil (Ya ‘kub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat
diturunkan, Katakanlah: (Jika kamu mengatakan pada makanan yang diharamkan
sebelurn Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu
orang-orang yang henar.” (Ali Imran [3]:93).
6) Kisah termasuk salah satu bentuk
sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan
yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Firman Allah:
ôs)s9 c%x. Îû öNÎhÅÁ|Ás% ×ouö9Ïã Í<'rT[{ É =»t6ø9F{$# 3 $tB tb%x. $ZVÏtn 2utIøÿã `Å6»s9ur t,ÏóÁs? Ï%©!$# tû÷üt/ Ïm÷yt @ÅÁøÿs?ur Èe@à2 &äóÓx« Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏB÷sã ÇÊÊÊÈ
“Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang berakal.” (Yusuf [12]:111).
E.
Pengulangan
Kisah dan Hikmahnya
Qur’an banyak mengandung berbagai
kisah yang diungkapkan berulang-ulang di beberapa tempat. Sebuah kisah
terkadang berulang kali disebutkan dalam Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai
bentuk yang berbeda. Di satu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang
di tempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas
dan kadang-kadang secara panjang lebar, dan sebagainya. Di antara hikmahnya
ialah:
1) Menjelaskan ke-balagah-an Qur’an
dalam tingkat paling tinggi. Sebab di antara keistimewaan balagah adalah
mengungkapkan sebuah makna dalam berbagai macam bentuk yang berbeda. Dan kisah
yang berulang itu dikenjukakan di setiap tempat dengan uslub yang berbeda satu
dengan yang lain serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak
membuat orang merasa bosan karenanya, bahkan dapat menambah ke dalam jiwanya
makna-makna baru yang tidak didapatkan di saat membacanya di tempat yang lain.
2) Menunjukkan kehebatan mukjizat
Qur’an. Sebab mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat
di mana salah satu bentuk pun tidak dapat ditandingi oleh sastrawan Arab,
merupakan tantangan dahsyat dan bukti bahwa Qur’an itu datang dari Allah.
3) Memberikan perhatian besar
terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam
jiwa. Hal ini karena pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan
indikasi betapa besarnya perhatian. Misalnya kisah Musa dengan Firaun. Kisah ini
menggambarkan secara sempurna pergulatan sengit antara kebenaran dengan
kebatilan. Dan sekalipun kisah itu sering diulang-ulang, tetapi pengulangannya
tidak pernah terjadi dalam sebuah surah.
4) Perbedaan tujuan yang karenanya
kisah itu diungkapkan. Maka sebagian dan makna-maknanya diterangkan di satu
tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedang makna-makna lainnya
dikemukakan di tempat yang lain, sesuai dengan tuntutan keadaan.
F.
Kisah-kisah
dalam Qur’an adalah Kenyataan, bukan Khayalan
Adalah pantas dikemukakan di sini,
bahwa seorang mahasiswa di Mesir mengajukan disertasi untuk memperoleh gelar
doktor dengan judul at-Fannul Qasasiy fil Qur’ân[1]. Disertasi tersebut telah menimbulkan perdebatan
panjang pada tahun 1367 H. Salah seorang anggota tim penguji disertasi, Prof.
Ahmad Amin, menulis nota yang ditujukan kepada Dekan Fakultas Adab, yang
kemudian dipublikasikan dalam majalah ar-Risalah. Nota itu berisi kritik pedas
terhadap apa yang ditulis mahasiswa tersebut, meskipun profesor promotornya
telah membelanya. Ahmad Amin dalam notanya itu mengeluarkan pernyataan sebagai
berikut:
“Saya mendapatkan disertasi itu
tidak wajar, bahkan sangat berbahaya. Pada prinsipnya disertasi itu menyatakan,
kisah-kisah dalam Qur’an merupakan karya seni yang tunduk kepada daya cipta dan
kreatifitas yang dipatuhi oleh seni, tanpa harus memegangi kebenaran sejarah.
Dan kenyataannya Muhammad adalah seorang seniman dalam pengertian ini.”
“Atas dasar dan persepsi inilah”,
jelasnya lebih lanjut, “mahasiswa itu menulis disertasinya, dan awal sampai
akhir. Saya perlu mengemukakan sejumlah contoh yang dapat memperjelas tujuan
penulis disertasi tersebut dan bagaimana cara menyusunnya.” Ahmad Amin kemudian
mengemukakan sejumlah contoh dari disertasi itu yang membuktikan apa yang
dilukiskannya dalam nota singkatnya itu[2]. Misalnya, persepsi
penulis disertasi bahwa kisah dalam Qur’an tidak memegangi kebenaran sejarah,
tetapi ia sejalan dengan pemerian seorang sastrawan yang memerikan suatu
peristiwa secara artistik. Contoh lainnya ialah pandangannya bahwa Qur’an telah
menciptakan beberapa kisah, dan bahwa ulama-ulama terdahulu telah berbuat salah
dengan menganggap kisah qur’ani sebagai sejarah yang dapat dipegangi.
Seorang Muslim sejati adalah orang
yang beriman bahwa Qur’an adalah Kalamullah dan suci dari pemerian artistik
yang tidak mernperhatikan realita sejarah. Kisah Qur’ani tidak lain adalah
hakikat dan fakta sejarah yang dituangkan dalam untaian kata-kata indah dan
pilihan serta dalam uslub yang mempesona.
Nampaknya penulis disertasi telah
mempelajani seni-seni kisah dalam kesusastraan dan ia mendapatkan bahwa di
antara unsur pokoknya ialah khayalan yang bertumpu pada konsep. Semakin tinggi
unsur khayalnya dan jauh dari realita, maka kisah itu semakin digandrungi,
memikat jiwa dan nikmat dibaca. Kemudian ia menganalogikan kisah qur’ani dengan
kisab sastrawi,
Qur’an tidaklah demikian halnya. Ia
diturunkan dari sisi Yang Mahapandai, Mahabijaksana. Dalam berita-berita-Nya
tidak ada kecuaIi yang sesuai dengan kenyataan. Apabila orang-orang terhormat
di kalangan masyarakat enggan berkata dusta dan menganggapnya sebagai perbuatan
hina paling buruk yang dapat merendahkan martabat kemanusiaan, maka bagaimana
seorang yang berakal dapat menghubungkan kedustaan kepada kalam Yang Mahamulia
dan Maha agung?
Allah adalah Tuhan Yang Hak:
“Yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang
mereka seru selain Dia, itulah yang batil” (al-Hajj [22]:62),
Dia mengutus Rasul-Nya dengan hak
pula:
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu
dengan membawa kebenaran (hak) sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringaran.” (Fatir [35]:24),
“Dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu yaitu Kitab (Qur’an) itulah yang benar (hak).” (Fatir [35]:31),
“Wahai manusia, sungguh telah
datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu.”
(an-Nisa [4]: 170),
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu
Qur’an dengan membawa kebenaran (hak)” (al-Ma’idah [5]:48), dan
“Dan Kitab yang dijurunkan kepadamu
dari Tuhanmu itu adalah benar.” (ar-Ra’d [13]:1).
Dan semua apa yang dikisahkan Allah
dalam Qur’an adalah hak pula:
“Kami ceritakan kisah mereka
kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya.” (al-Kahfi [18]: 13) dan
“Kami membacakan kepadamu sebagian
dari kisah Musa dan Firaun dengan henar (hak).” (al-Qasas [28]:3).
G.
Pengaruh
Kisah-kisah Qur’an. dalam Pendidikan dan Pengajaran
Tidak diragukan lagi bahwa kisah
yang baik dan cermat akan digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan
mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa merasa jemu atau
kesal, serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat memetik dari
keindahan tamannya aneka ragam bunga dan buah-buahan.
Pelajaran yang disampaikan dengan
metode talqin dan ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak dapat
diikuti sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan sulit dan berat serta
memerlukan waktu yang cukup lama pula. Oleh karena itu, maka uslub qasasi
(narasi) sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada umumnya,
anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah, dan
ingatannya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian Ia
menirukan dan mengisahkannya.
Fenomena fitrah kejiwaan ini sudah
seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dalam lapangan pendidikan, khususnya
pendidikan agama yang merupakan inti pengajaran dan soko guru pendidikan.
Dalam kisah-kisah qur’ani terdapat
lahan subur yang dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan
tugasnya dan membekali mereka dengan bekal kependidikan berupa peri hidup para
nabi, berita-berita tentang umat dahulu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat
dan hal ihwal bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan dengan benar dan jujur,
Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah qur’ani itu dengan uslub
bahasa yang sesuai dengan tingkat nalar pelajar dalam segala tingkatan.
Sejumlah kisah keagamaan yang disusun Ustaz Sayid Qutub dan Ustaz as-Sahhar telah
berhasil memberikan bekal bermanfaat dan berguna bagi anak-anak kita, dengan
keberhasilan yang tiada bandingnya. Demikian pula al-Jarim telah menyajikan
kisah-kisah qur’ani dengan gaya sastra yang indah dan tinggi, serta lebih
banyak analisis mendalam. Alangkah baiknya andaikata orang lain pun mengikuti
dan meneruskan metode pendidikan baik ini[3].
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kisah
Al-Qur’an Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat
menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip
pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu, rasa ingin
tahu merupakan faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa
tersebut ke dalam hati Dan nasihat dengan tutur kata yang disampaikan tanpa
variasi tidak mampu menarik perhatian akal, bahkan semua isinya pun tidak akan
bisa dipahami.
Macam-macam
kisah Al-Qur’an
1. Kisah
Para Nabi
2. Kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan
orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya
3.
Kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa rasulullah.
Al-Quran bukanlah buku sejarah,
tetapi al-Quran bisa dikatakan buku sejarah. Sejarah yang ada daam al-Quran
banyak sekali manfaatnya, didalam kehidupan, disamping sebagai sejarah yang
mengingatkan kita kepada perjuangan orang-orang terdahulu akan penyebaran agama
yang sangat patutu dicontoh oleh generasi sekarang ini .
DAFTAR PUSTAKA
Manna’ khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Pustaka Litera
Antar Nusa, Bogor 2010
[1] Ia Adalah Dr.
Muhammad Ahmad Khalafullah
[2] Lihat Kritik terhadap
kitab “al-Fannul Qasasiy fil Qur’an”, oleh Ustaz Muhammad al-Khidr Husain, dalam Balagatul Qur’an, Halaman 94
[3] Sayid Abdul Hasan ‘Ali al-Husni an-Nadwi telah menyusun pula
kumpulan kisah para nabi, yang merupakan kisah para pelopor. (an-Nasyir,
penerbit)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar