Selasa, 21 Mei 2013

KISAH-KISAH AL-QUR’AN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di era globalisasi ini di tandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran dan kehidupan manusia namun pengaruh yang besar dan penting, karena telah diwariskan ketetapan hukum dalam al-qur’an dan as-sunnah. Hal ini telah memberikan petunjuk dan pedoman tentang sumber dan judul-judul yang dipergunakan dalam rangka untuk meyakini atau mempercayai agar mau menghayati dengan keyakinan yang benar terhadap Allah SWT.
Bedasarkan dipkripsi diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian yang dikemas dengan judul “KISAH-KISAH AL-QUR’AN”

B.     Rumusan Masalah
a.       Apa yang disebut kisah?
b.      Apa saja Macam-macam kisah dalam Al-Qur’an?
c.       Benarkah kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an itu nyata?
d.      Adakah pengaruh kisah-kisah Qur’an dalam pendidikan dan pengajaran?

C.    Tujuan
Untuk mengetahui kisah-kisah yang terdapat di Al-Qur’an dan mengetahui akan kenyataan semua bacaan-bacaan dalam Al-Qur’an dan pengaruh kisah Al-qur’an dan dunia pendidikan dan pengajaran.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kisah-Kisah Al-Qur’an
Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke dalam hati Dan nasihat dengan tutur kata yang disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik perhatian akal, bahkan semua isinya pun tidak akan bisa dipahami. Akan tetapi bila nasihat itu dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan penstiwa dalam realita kehidupan maka akan terwujudlah dengan jelas tujuannya. Orang pun akan merasa senang mendengarkannya, memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan rasa ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Kesusastraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas di antara seni-seni bahasa dan kesusastraan. Dan “kisah yang benar” telah membuktikan kondisi ini dalam uslub arabi secara jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi, yaitu kisah-kisah Qur’an.

B.     Pengertian Kisah
Kisah berasal dan kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Dikatakan: “                ” artinya, “saya mengikuti atau mencari jejaknya”. Kata al-qasos adalah bentuk masdar. Firman Allah:                                                     (al-Kahfi [18]:64). Maksudnya, kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak dimana keduanya itu datang. Dan firman-Nya melalui lisan ibu Musa:                                                   
(Dan berkatalah ibu Musa kepada saudaranya yang perempuan: lkutilah dia. (al-Qasas [28]:11). Maksudnya, ikutilah jejaknya sampai kamu melihat siapa yang mengambilnya.
Qasas berarti berita yang berurutan. Firman Allah:                       (Sesungguhnya ini adalah berita yang benar) (Ali Imran [3]:62). Dan firman-Nya:                                                                                 (Sesungguhnya pada berita mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-arang yang berakal,) (Yusuf [12]:111). Sedang al-qissah berarti urusan, berita, perkara dan keadaan.
Qasas al-Qur’an adalah pemberitaan Qur’an tentang hal ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan penstiwa-peristiwa yang telah terjadi. Qur’an banyak rnengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona.

C.    Macam-Macam Kisah Dalam Qur’an
1) Kisah para nabi. Kisah ini mengandung dakwah rnereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan. Misalnya kisah Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Isa, Muhammad dan nabi-nabi serta rasul Iainnya.
2) Kisah-kisah yang berhubungan dengan penistiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya. Misalnya kisah orang yang keluar dari kampung halaman, yang beribu-nibu jumlahnya karena takut mati kisah Talut dan Jalut, dua orang putra Adam, penghuni gua, Zulkarnain, Karun, orang-orang yang menangkap ikan pada hari Sabtu (ashhabus sabti), Maryam, Ashäbul Ukhdud, Ashabul Fil dan lain-lain.
3) Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah, seperti perang Badar dan perang Uhud dalam surat Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalam surah at-Taubah, perang Ahzab dalam surah al-Ahzab, hijrah, isra, dan lain-lain.


D.    Faedah Kisah-kisah Qur’an
Kisah-kisah dalam Qur’an mempunyai banyak faedah. Berikut ini beberapa faedah terpenting di antaranya:
1) Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi:
!$tBur $uZù=yör& `ÏB šÎ=ö6s% `ÏB @Aqߧ žwÎ) ûÓÇrqçR Ïmøs9Î) ¼çm¯Rr& Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbrßç7ôã$$sù ÇËÎÈ  
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (al-Anbiya’ [21]: 25).
2) Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.

yxä.ur Èà)¯R y7øn=tã ô`ÏB Ïä!$t6/Rr& È@ߍ9$# $tB àMÎm7sVçR ¾ÏmÎ/ x8yŠ#xsèù 4 x8uä!%y`ur Îû ÍnÉ»yd ,ysø9$# ×psàÏãöqtBur 3tø.ÏŒur tûüÏYÏB÷sßJù=Ï9 ÇÊËÉÈ  
“Dan semua kisah rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu, adalah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Hud [11]:120).
3) Membenarkan para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.
4) Menampakkan kebenaran Muhammad dalam dakwahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal ihwal orang-orang terdahulu di sepanjang kurun dan generasi,
5) Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah dan diganti. Misalnya firman Allah:
* @ä. ÏQ$yè©Ü9$# tb$Ÿ2 yxÏm ûÓÍ_t6Ïj9 Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) žwÎ) $tB tP§ym ã@ƒÏäÂuŽó Î) 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR `ÏB È@ö6s% br& tA¨t\è? èp1uöq­G9$# 3 ö@è% (#qè?ù'sù Ïp1uöq­G9$$Î/ !$ydqè=ø?$$sù bÎ) öNçGZä. šúüÏ%Ï»|¹ ÇÒÌÈ  
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh bani Israil (Ya ‘kub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan, Katakanlah: (Jika kamu mengatakan pada makanan yang diharamkan sebelurn Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah ia jika kamu orang-orang yang henar.” (Ali Imran [3]:93).
6) Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. Firman Allah:
ôs)s9 šc%x. Îû öNÎhÅÁ|Ás% ×ouŽö9Ïã Í<'rT[{ É =»t6ø9F{$# 3 $tB tb%x. $ZVƒÏtn 2uŽtIøÿム`Å6»s9ur t,ƒÏóÁs? Ï%©!$# tû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ Ÿ@ÅÁøÿs?ur Èe@à2 &äóÓx« Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏB÷sムÇÊÊÊÈ  
“Sesungguhnya pada kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.” (Yusuf [12]:111).

E.     Pengulangan Kisah dan Hikmahnya
Qur’an banyak mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang di beberapa tempat. Sebuah kisah terkadang berulang kali disebutkan dalam Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda. Di satu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan, sedang di tempat lain diakhirkan. Demikian pula terkadang dikemukakan secara ringkas dan kadang-kadang secara panjang lebar, dan sebagainya. Di antara hikmahnya ialah:
1) Menjelaskan ke-balagah-an Qur’an dalam tingkat paling tinggi. Sebab di antara keistimewaan balagah adalah mengungkapkan sebuah makna dalam berbagai macam bentuk yang berbeda. Dan kisah yang berulang itu dikenjukakan di setiap tempat dengan uslub yang berbeda satu dengan yang lain serta dituangkan dalam pola yang berlainan pula, sehingga tidak membuat orang merasa bosan karenanya, bahkan dapat menambah ke dalam jiwanya makna-makna baru yang tidak didapatkan di saat membacanya di tempat yang lain.
2) Menunjukkan kehebatan mukjizat Qur’an. Sebab mengemukakan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat di mana salah satu bentuk pun tidak dapat ditandingi oleh sastrawan Arab, merupakan tantangan dahsyat dan bukti bahwa Qur’an itu datang dari Allah.
3) Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan indikasi betapa besarnya perhatian. Misalnya kisah Musa dengan Firaun. Kisah ini menggambarkan secara sempurna pergulatan sengit antara kebenaran dengan kebatilan. Dan sekalipun kisah itu sering diulang-ulang, tetapi pengulangannya tidak pernah terjadi dalam sebuah surah.
4) Perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu diungkapkan. Maka sebagian dan makna-maknanya diterangkan di satu tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedang makna-makna lainnya dikemukakan di tempat yang lain, sesuai dengan tuntutan keadaan.

F.     Kisah-kisah dalam Qur’an adalah Kenyataan, bukan Khayalan
Adalah pantas dikemukakan di sini, bahwa seorang mahasiswa di Mesir mengajukan disertasi untuk memperoleh gelar doktor dengan judul at-Fannul Qasasiy fil Qur’ân[1].  Disertasi tersebut telah menimbulkan perdebatan panjang pada tahun 1367 H. Salah seorang anggota tim penguji disertasi, Prof. Ahmad Amin, menulis nota yang ditujukan kepada Dekan Fakultas Adab, yang kemudian dipublikasikan dalam majalah ar-Risalah. Nota itu berisi kritik pedas terhadap apa yang ditulis mahasiswa tersebut, meskipun profesor promotornya telah membelanya. Ahmad Amin dalam notanya itu mengeluarkan pernyataan sebagai berikut:
“Saya mendapatkan disertasi itu tidak wajar, bahkan sangat berbahaya. Pada prinsipnya disertasi itu menyatakan, kisah-kisah dalam Qur’an merupakan karya seni yang tunduk kepada daya cipta dan kreatifitas yang dipatuhi oleh seni, tanpa harus memegangi kebenaran sejarah. Dan kenyataannya Muhammad adalah seorang seniman dalam pengertian ini.”
“Atas dasar dan persepsi inilah”, jelasnya lebih lanjut, “mahasiswa itu menulis disertasinya, dan awal sampai akhir. Saya perlu mengemukakan sejumlah contoh yang dapat memperjelas tujuan penulis disertasi tersebut dan bagaimana cara menyusunnya.” Ahmad Amin kemudian mengemukakan sejumlah contoh dari disertasi itu yang membuktikan apa yang dilukiskannya dalam nota singkatnya itu[2]. Misalnya, persepsi penulis disertasi bahwa kisah dalam Qur’an tidak memegangi kebenaran sejarah, tetapi ia sejalan dengan pemerian seorang sastrawan yang memerikan suatu peristiwa secara artistik. Contoh lainnya ialah pandangannya bahwa Qur’an telah menciptakan beberapa kisah, dan bahwa ulama-ulama terdahulu telah berbuat salah dengan menganggap kisah qur’ani sebagai sejarah yang dapat dipegangi.
Seorang Muslim sejati adalah orang yang beriman bahwa Qur’an adalah Kalamullah dan suci dari pemerian artistik yang tidak mernperhatikan realita sejarah. Kisah Qur’ani tidak lain adalah hakikat dan fakta sejarah yang dituangkan dalam untaian kata-kata indah dan pilihan serta dalam uslub yang mempesona.
Nampaknya penulis disertasi telah mempelajani seni-seni kisah dalam kesusastraan dan ia mendapatkan bahwa di antara unsur pokoknya ialah khayalan yang bertumpu pada konsep. Semakin tinggi unsur khayalnya dan jauh dari realita, maka kisah itu semakin digandrungi, memikat jiwa dan nikmat dibaca. Kemudian ia menganalogikan kisah qur’ani dengan kisab sastrawi,
Qur’an tidaklah demikian halnya. Ia diturunkan dari sisi Yang Mahapandai, Mahabijaksana. Dalam berita-berita-Nya tidak ada kecuaIi yang sesuai dengan kenyataan. Apabila orang-orang terhormat di kalangan masyarakat enggan berkata dusta dan menganggapnya sebagai perbuatan hina paling buruk yang dapat merendahkan martabat kemanusiaan, maka bagaimana seorang yang berakal dapat menghubungkan kedustaan kepada kalam Yang Mahamulia dan Maha agung?
Allah adalah Tuhan Yang Hak:
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Dia, itulah yang batil” (al-Hajj [22]:62),
Dia mengutus Rasul-Nya dengan hak pula:
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran (hak) sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringaran.” (Fatir [35]:24),
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Kitab (Qur’an) itulah yang benar (hak).” (Fatir [35]:31),
“Wahai manusia, sungguh telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu.” (an-Nisa [4]: 170),
“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Qur’an dengan membawa kebenaran (hak)” (al-Ma’idah [5]:48), dan
“Dan Kitab yang dijurunkan kepadamu dari Tuhanmu itu adalah benar.” (ar-Ra’d [13]:1).
Dan semua apa yang dikisahkan Allah dalam Qur’an adalah hak pula:
“Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya.” (al-Kahfi [18]: 13) dan
“Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Firaun dengan henar (hak).” (al-Qasas [28]:3).

G.    Pengaruh Kisah-kisah Qur’an. dalam Pendidikan dan Pengajaran
Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan mudah. Segenap perasaan mengikuti alur kisah tersebut tanpa merasa jemu atau kesal, serta unsur-unsurnya dapat dijelajahi akal sehingga ia dapat memetik dari keindahan tamannya aneka ragam bunga dan buah-buahan.
Pelajaran yang disampaikan dengan metode talqin dan ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak dapat diikuti sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan sulit dan berat serta memerlukan waktu yang cukup lama pula. Oleh karena itu, maka uslub qasasi (narasi) sangat bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada umumnya, anak-anak suka mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah, dan ingatannya segera menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian Ia menirukan dan mengisahkannya.
Fenomena fitrah kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para pendidik dalam lapangan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang merupakan inti pengajaran dan soko guru pendidikan.
Dalam kisah-kisah qur’ani terdapat lahan subur yang dapat membantu kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan membekali mereka dengan bekal kependidikan berupa peri hidup para nabi, berita-berita tentang umat dahulu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan hal ihwal bangsa-bangsa. Dan semua itu dikatakan dengan benar dan jujur, Para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah qur’ani itu dengan uslub bahasa yang sesuai dengan tingkat nalar pelajar dalam segala tingkatan. Sejumlah kisah keagamaan yang disusun Ustaz Sayid Qutub dan Ustaz as-Sahhar telah berhasil memberikan bekal bermanfaat dan berguna bagi anak-anak kita, dengan keberhasilan yang tiada bandingnya. Demikian pula al-Jarim telah menyajikan kisah-kisah qur’ani dengan gaya sastra yang indah dan tinggi, serta lebih banyak analisis mendalam. Alangkah baiknya andaikata orang lain pun mengikuti dan meneruskan metode pendidikan baik ini[3].
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kisah Al-Qur’an Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila dalam peristiwa itu terselip pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke dalam hati Dan nasihat dengan tutur kata yang disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik perhatian akal, bahkan semua isinya pun tidak akan bisa dipahami.
Macam-macam kisah Al-Qur’an
1.      Kisah Para Nabi
2.      Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya
3.      Kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa rasulullah.
Al-Quran bukanlah buku sejarah, tetapi al-Quran bisa dikatakan buku sejarah. Sejarah yang ada daam al-Quran banyak sekali manfaatnya, didalam kehidupan, disamping sebagai sejarah yang mengingatkan kita kepada perjuangan orang-orang terdahulu akan penyebaran agama yang sangat patutu dicontoh oleh generasi sekarang ini .



DAFTAR PUSTAKA

Manna’ khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor 2010


[1] Ia Adalah Dr. Muhammad Ahmad Khalafullah
[2] Lihat Kritik terhadap kitab “al-Fannul Qasasiy fil Qur’an”, oleh Ustaz  Muhammad al-Khidr Husain, dalam Balagatul Qur’an, Halaman 94
[3] Sayid Abdul Hasan ‘Ali al-Husni an-Nadwi telah menyusun pula kumpulan kisah para nabi, yang merupakan kisah para pelopor. (an-Nasyir, penerbit)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar